﷽
Ustadz Doktor Abdullah Roy, MA.
https://www.youtube.com/live/hvOmrJmoNQE
Satu diantara ibadah yang diperintahkan oleh Allah yang apabila benar diperaktikkan maka akan mendapatkan banyak kebaikan dalam hidupnya, yang dimaksud dengan ibadah dan amal soleh tersebut adalah berbaik sangka kepada Allah, adalah seseorang meyakini didalam hati bahwa Allah akan memberikan kebaikan didalam apa yang sedang dia hadapi maupun yang akan dihadapi baik berkaitan dalam perkara dunia maupun perkara akhirat, sebagai contoh bila seseorang mendapatkan musibah ia berprasangka baik bahwa dalam musibah ini terdapat hikmah pada dirinya, begitu juga sebaliknya ketika ia mendapatkan nikmat kebaikan.
Mengapa berprasangka baik ini diperlukan, karena Allah adalah Ar Rahman yang sangat luas rahmatnya yanga terdapat banyak dalam Al Qur'an, baik orang mukmin maupun kafir mendapatkan kasih sayang Allah, namun seorang muslim mendapatkan rahmat yang lebih luas hingga diakhirat kelak, maka seorang muslim mendapatkan rahmat yang luas dari setiap musibah yang dialami, ujian dalam hutangnya, ataupun anaknya yang nakal.
Ketika Allah menyelesaikan penciptaan, Allah menulis didalam kitabnya diatas arsy, sesungguhnya rahmatku mengalahkan kemarahanku, maka kita tanamkan dalam hati betapa luasnya rahmat Allah dan tidak berputus asa dari rahmat Allah.
Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu , beliau menuturkan:
ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.
Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keutamaan berbaik sangka kepada Allah ;
1. Allah akan memberikan kebaikan tersebut, dengan memberikan jalan keluar ataupun petunjuk dalam menghadapi masalahnya.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى
“Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku” (Muttafaqun ‘alaih).
بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي
“Sesungguhnya Allah berkata : Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya.” (HR. Muslim no. 4849)
Demi Allah yang tidak ada sesembahan kecuali dia, tidaklah seorang hamba yang beriman diberikan kecuali sesuai dengan persangkaan tersebut.
2. Dia akan mendapatkan kelapangan dada dan kebahagiaan, diantara sebab kelapangan dada adalah seseorang dalam menghadapi apapun ia berkhusnudzon kepada Allah.
Barangsiapa yang kuat tawakal kepada Allah maka hal ini disebabkan berprasangka baik kepada Allah, dalam seluruh perkara kita dituntut untuk berprasangka baik pada Allah, diantaranya ;
a) Ketika seseorang akan meninggal dunia, dimana harapan untuk hidup tipis, dalam keadaan demikian
Jabir bin Abdillah berkata:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَبْلَ وَفَاتِهِ بِثَلَاثٍ، يَقُولُ: لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّأ وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللّٰهِ الظَّنَّ
"Aku mendengar tiga hari sebelum wafat, Nabi berkata, 'Janganlah sekali-kali seorang kalian meninggal, kecuali ia dalam kondisi berbaik sangka kepada Allah" [ HR. Muslim ]
Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda,
لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز و جل
“Janganlah salah seorang diantara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Ta’ala”. [HR. Imam Muslim, Baihaqi dan Imam Ahmad]
Dianjurkan untuk mentalqin dan menyebutkan nikmat-nikmat Allah kepada seseorang yang akan meninggal, menyebutkan nikmat hidayah, nikmat iman dan islam, hal ini agar menguatkan prasangka baik orang tersebut kepada Allah.
Wakilah mengunjungi Abbul Aswad yang sedang sakit keras, beliau kemudian mengusap wajah Abbul Aswad sambil berkata 'ada satu perkara yang ingin kutanyakan padamu', apa pertanyaan mu ? 'apa yang engkau prasangkakan pada Allah wahai Abbul Aswad', ia berkata dengan isyarat kepalanya bahwa ia dalam keadaan baik, maka Wakilah berkata berbahagialah wahai Abbul Aswad, sesungguhnya Allah sebagaimana prasangka hambanya kepadanya.
Dari Anas radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi shallallahu’alaihai wasallam suatu ketika menjenguk seorang pemuda yang sedang sekarat. Kemudian beliau bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?”
Pemuda tersebut menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah aku sangat mengharapkan rahmat Allah namun aku juga takut akan dosa-dosaku .”
Maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah terkumpul pada hati seorang hamba perasaan seperti ini (menggabungkan rasa khauf dan raja’) kecuali Allah akan beri apa yang ia harapkan dan Allah amankan dia dari apa yang ia takutkan.” [Hadits ini dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi dengan sanad hasan, Ibnu Majah, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Az- Zuhd (24-25) dan Ibnu Abi Dunya dalam At-Targhib (4/141). Lihat pula dalam Al-Misykah (1612) ]
b) Ketika memiliki tanggungan hutang yang banyak, diantara kisah dalam hal ini adalah Abdullah bin Zubair, ia berkata wahai anakku apabila engkau merasa lemah dalam membayar sebagian dari hutangku, maka mintalah pertolongan kepada maulaku, ia mengatakan saya tidak mengerti apa yang dikatakan oleh ayahku 'maulaku', ia kemudian bertanya wahai ayaha apa yang engkau maksud dengan maulaku ? ia berkata maulaku adalah Allah, berkata Abdullah maka tidaklah aku merasa kesusahan dalam membayar hutangnya, ia berdoa ' Wahai zat maula Zubair bayarkanlah hutangku' maka sesorang ketika memiliki sebesar apapun kesusahan insyaAllah akan Allah berikan jalan keluar.
c) Ketika seseorang merasakan sempitnya rejeki, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tertimpa kesusahan kemudian mengadu kepada manusia maka kesusahannya tidak akan teratasi. Dan barang siapa tertimpa kesusahan kemudian mengadu kepada Allah, maka Allah akan memberi jalan keluar dari kesusahan, cepat atau lambat.” (HR Tirmidzi). Kesusahan ini dalam perkara dunia maupun dalam perkara agama, sebagaimana yang dilakukan nabi Musa saat berusaha melarikan diri dari kejaran pasukan fir'aun, nabi Musa berkata 'sesungguhnya Rabbku yang akan memberikan petunjuk kepadaku', maka Allah perintahkan nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut hingga terbelahlah laut, hal ini terjadi pada tanggal 10 Muharam. Begitu juga saat Rasulullah bersembunyi pada gua Hira dari kejaran orang Quraisy, diceritakan oleh Abu Bakar seandainya orang yang mengejar melihat kebawah niscaya akan melihat Rasulullah dan Abu Bakar, saat itu Rasulullah berkata 'bagaimana prasangkamu terhadap dua orang, Allah yang ketiga ? maka siapa yang dapat memudharati orang tersebut?'
d) Ketika berdoa, dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad 3/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid).
e) Ketika seseorang bertaubat dan beristighfar, dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا ، فَقَالَ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ ذَنْبِيْ. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِيْ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ . ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ ، فَقَالَ: أيْ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: عَبْدِيْ أَذْنَبَ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ . ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ ، فَقَالَ: أيْ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ. فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِيْ ذَنْبًا فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ ، اِعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ .
Seorang hamba mengerjakan dosa kemudian berkata, ‘Ya Allâh, ampunilah aku.’ Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku mengerjakan dosa dan ia tahu bahwa ia mempunyai Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karenanya.’ Kemudian hamba tersebut berbuat dosa lagi, lalu berkata, ‘Wahai Rabbku, ampunilah dosaku.’ Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba-Ku berbuat dosa dan ia tahu bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karenanya.’ Kemudian hamba tersebut berbuat dosa lagi, lalu berkata, ‘Wahai Rabbku, ampunilah dosaku.’ Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Hambaku berbuat dosa dan ia tahu bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa dan menyiksa karenanya, berbuatlah sesuka engkau, Aku telah mengampunimu.’”[al-Bukhâri (no. 7507) dan Muslim (no. 2758).]
Itulah diantara manfaat berprasangka baik kepada Allah, apabila anak kita susah dituntun atau dididik maka berprasangka baiklah pada Allah bahwasanya anaknya akan mendapatkan hidayah Allah dan berdoa.
Perlu dibedakan antara khusnudzon dan tertipu, khusnudzon dengan pengertian yang benar maka ia akan memperbaiki amalannya dan mengambil sebab untuk mendapatkan kebaikan tersebut, dan itu adalah bentuk baiknya persangkaan kepada Allah. Adapun tertipu dengan rahmat Allah adalah orang berangan-angan namun tidak mengambil sebab, tidak ada usaha untuk mendapatkan kebaikan. Contohnya adalah orang yang bergelimang dalam kemaksiatan namun tidak berusaha untuk keluar dari kemaksiatan tersebut.
No comments:
Post a Comment